PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT
ISLAM
Secara umum warisan adalah harta peninggalan yang
ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Sementara waris sendiri berasal dari
bahasa Arab yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain.
Pewaris dan Ahli Waris
Pewaris adalah orang yang
meninggalkan harta dan hak-hak yang pernah diperoleh karena meninggal dunia;
laki-laki atau perempuan, baik dengan surat wasiat maupun tidak.
ahli waris adalah orang yang
berhak menerima harta warisan dari pewaris karena ada hubungan keluarga,
pernikahan, ataupun karena wala’ (membebaskan
hamba sahaya) dengan pembagian-pembagian yang sudah diatur oleh syariat. (akan dijabarkan di bawah -red)
Dasar Hukum Pembagian
Harta Warisan
1. Karena Hubungan Darah
Allah SWT. berfirman di dalam Al
Quran An-Nisa ayat 7, 11, 12, 33, dan 176
2. Karena Hubungan Pernikahan
3. Karena Hubungan Persaudaraan
4. Karena Hubungan Kekerabatan (sama-sama orang yang
berhijrah pada masa awal Islam)
Sebab-sebab seseorang tidak
mendapat harta waris
1. Hamba(budak) ia tidak cakap
memiliki sebagaimana firman Allah swt. (Q.S. An-Nahl:75).
2.
Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta
dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW yang artinya: ”Yang membunuh tidak
dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya”(H.R. Nasai)
3. Murtad dan kafir, orang yang
keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah
satunya
Ahli Waris
1. Laki-laki yang
Berhak Menerima Warisan
Ada 15 orang laki-laki yang berhak menerima harta
peninggalan dari pewaris yang sudah meninggal, sebagai berikut:
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
- Bapak
- Kakek / ayahnya ayah
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki sebapak
- Saudara laki-laki seibu
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
- Suami
- Paman sekandung
- Paman sebapak
- Anak dari paman laki-laki sekandung
- Anak dari paman laki-laki sebapak
- Laki-laki yang memerdekakan budak
2. Perempuan yang Berhak
Menerima Warisan
Adapun perempuan yang berhak menerima harta
peninggalan dari pewaris ada 11 orang, sebagai berikut:
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari anak laki-laki
- Ibu
- Nenek / ibunya ibu
- Nenek / ibunya bapak
- Nenek / ibunya kakek
- Saudari sekandung
- Saudari sebapak
- Saudari seibu
- Isteri
- Wanita yang memerdekakan budak
Catatan penting:
- Bila 15 daftar laki-laki yang berhak menerima
warisan di atas masih hidup semua, maka yang berhak mendapatkan harta warisan
hanya 3 laki-laki saja yaitu Bapak, anak, dan suami. Selain ketiga
laki-laki tersebut adalah mahjub (terhalang).
- Bila 11 daftar perempuan yang berhak menerima
warisan di atas masih hidup semua, maka yang berhak menerima harta warisan
hanya 5 perempuan saja yaitu Ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak
laki-laki, istri, dan saudari sekandung.
- Bila semua ahli waris, baik laki-laki dan
perempuan masih hidup semuanya, maka yang berhak menerima harta warisan
hanya 5 orang saja yaitu Bapak, anak laki-laki, suami / istri, anak
perempuan, dan ibu.
Pembagian Harta
Warisan
1. Bagian Anak
Laki-laki
- Memperoleh semua harta warisan bilamana ia
sendirian (tidak ada ahli waris yang lain).
- Harta warisan dibagi sama rata, bila jumlah anak
laki-laki lebih dari 1.
- Memperoleh sisa bila ada ahli waris lainnya.
- Bila anak si pewaris terdiri dari laki-laki dan
perempuan, maka anak laki-laki mendapat dua bagian, sementara anak
perempuan mendapatkan satu bagian. Misal, pewaris memiliki 7 orang anak (5
anak perempuan dan 2 anak laki-laki), maka harta warisan warisan dibagi
menjadi sembilan bagian. 2 anak laki-laki mendapatkan dua bagian, 5 anak
perempuan masing-masing mendapatkan satu bagian.
2. Bagian Ayah
- Mendapatkan 1/6 bagian jika si pewaris mempunyai
anak laki-laki atau cucu laki-laki. Misal, si pewaris meninggal
meninggalkan anak laki-laki dan ayah, maka harta dibagi menjadi 6; ayah
mendapatkan 1/6 dari seluruh harta waris, sementara anak laki-laki
mendapatkan sisanya yaitu 5/6.
- Memperoleh ashabah, jika tidak ada anak laki-laki
atau cucu laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan ayah dan
suami, maka si suami mendapatkan bagian ½ sementara ayahnya mendapatkan
ashabah (sisa).
- Memperoleh 1/6 ditambah sisa, jika ada hanya ada
anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misal, si pewaris
meninggal meninggalkan ayah dan satu anak perempuan, maka pembagiannya
adalah satu anak perempuan mendapatkan ½ bagian, sementara ayah
mendapatkan 1/6 ditambah sisa (ashabah).
Terkait anak perempuan yang mendapatkan ½ bagian,
lihat keterangan selanjutnya. Semua saudara sekandung atau sebapak / seibu
terhalang, karena ada ayah dan kakek.
3. Bagian Kakek
- Memperoleh 1/6 bagian jika pewaris meninggal
meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki (dengan tidak ada ayah).
Misal, si pewaris meninggalkan anak laki-laki dan kakek, maka kakek
memperoleh 1/6 bagian, sementara anak laki-laki mendapat sisanya yakni 5/6
bagian.
- Memperoleh ashabah jika tidak ada yang berhak
menerima harta warisan selain dia.
- Memperoleh ashabah sebakda dibagikan kepada ahli
waris yang lain jika tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, dan
tidak ada ahli waris wanita. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan
kakek dan suami, maka suami memperoleh ½ dan sisanya untuk kakek, yang itu
berarti ½ bagian juga.
- Kakek memperoleh 1/6 dan sisa, jika ada anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misal, si pewaris
meninggal meninggalkan kakek dan anak perempuan, maka anak perempuan
mendapatkan ½, sementara kakek mendapatkan 1/6 ditambah sisa (ashabah).
Berdasarkan keterangan di atas tadi, bagian kakek
hampir sama dengan bagian ayah kecuali jika masih ada istri / suami dan ibu,
maka ibu memperoleh 1/3 dari warisan bukan 1/3 dari sisa sebakda suami / istri
memperoleh bagiannya.
4. Bagian Suami
- Suami mendapatkan ½ bagian jika istri (pewaris)
tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki.
- Suami mendapatkan ¼ bagian, jika istri (pewaris)
meninggal meninggalkan anak atau cucu. Misal, istri meninggal meninggalkan
1 anak laki-laki, 1 anak perempuan, dan suami, maka suami memperoleh ¼
bagian dari warisan, sisanya untuk dua anak yakni anak laki-laki
mendapatkan dua kali bagian anak perempuan.
5. Bagian Anak
Perempuan
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia
seorang diri (tidak ada anak laki-laki).
- Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak
perempuan atau lebih dengan tidak ada anak laki-laki.
- Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama
anak laki-laki. Anak perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.
6. Bagian Cucu
Perempuan dari Anak Laki-laki
- Cucu perempuan dari anak laki-laki memperoleh ½
bagian dari warisan jika dia sendirian (tidak ada saudara, tidak ada anak
laki-laki, dan tidak ada anak perempuan).
- Memperoleh 2/3 bagian dari warisan jika jumlahnya
dua atau lebih (dengan tidak ada cucu laki-laki, tidak ada anak laki-laki,
dan anak perempuan).
- Memperoleh 1/6 bagian dari warisan, jika ada satu
orang anak perempuan (tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki).
- Memperoleh ashabah bersama dengan cucu laki-laki,
bila tidak ada anak laki-laki. Cucu yang laki-laki memperoleh 2 bagian,
sementara cucu yang perempuan mendapatkan 1 bagian.
7. Bagian Istri
- Memperoleh ½ bagian dari harta waris jika tidak
anak atau cucu.
- Memperoleh 1/8 bagian jika ada anak atau cucu.
- Memperoleh ¼ atau 1/8 bagian dibagi rata jika
mempunyai istri lebih dari 1.
8. Bagian Ibu
- Memperoleh 1/6 bagian dari warisan jika ada anak
juga cucu.
- Memperoleh 1/6 bagian dari warisan jika ada
saudara atau saudari.
- Memperoleh 1/3 bagian dari warisan jika hanya ada
dia dan ayah.
- Memperoleh 1/3 bagian dari sisa setelah suami
memperoleh bagiannya, jika ibu bersama ahli waris lain yakni bapak dan
suami, maka suami memperoleh bagian sebesar ½, ibu mendapat 1/3 dari sisa,
ayah mendapatkan ashabah (sisa).
- Memperoleh 1/3 sebakda istri memperoleh
bagiannya, bila bersama ibu ada ahli waris yang lain yakni ayah dan istri,
maka istri memperoleh ¼ bagian, ibu memperoleh 1/3 dari sisa, dan ayah
memperoleh ashabah (sisa).
9. Bagian Saudari
Kandung
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia
sendirian, tidak ada saudara kandung, ayah, kakek, dan anak.
- Memperoleh 2/3 bagian bila jumlahnya 2 atau lebih
dan tidak ada saudara kandung, anak, ayah, dan kakek.
- Memperoleh sisa, jika bersama saudaranya, bila
tidak ada anak laki-laki dan ayah. Yang laki-laki mendapatkan 2 bagian,
sementara yang perempuan 1 bagian.
10. Bagian Saudari
Seayah
- Memperoleh ½ bagian bila dia sendirian (tidak ada
ayah, kakek, anak, saudara seayah, dan saudara sekandung).
- Memperoleh 2/3 bagian bila jumlahnya 2 atau lebih
(tidak ada ayah, kakek, anak, saudara seayah, dan saudara sekandung).
- Memperoleh 1/6 bagian baik dia sendirian ataupun
banyak, jika ada satu saudari kandung (tidak ada anak, cucu, bapak, kakek,
saudara sekandung, dan saudara seayah).
- Memperoleh ashabah jika ada saudara seaah.
Saudara seayah memperoleh 2 bagian, sementara saudari seayah memperoleh 1
bagian.
11. Bagian Saudara
Seibu
- Memperoleh 1/6 bagian dari warisan bila sendirian
(tidak ada anak, cucu, ayah, dan kakek).
- Memperoleh 1/3 bagian bila jumlahnya 2 atau
lebih, baik perempuan atau laki-laki sama saja (jika tidak ada anak, cucuk
ayah, dan kakek).
ADAT DAN WARISAN
Menurut hukum adat,
ahli waris adalah mereka yang paling dekat dengan generasi
berikutnya, yaitu mereka yang menjadi besar dari keluarga yang
mewariskan. Misalnya anak angkat dianggap sebagai anak sehingga
mendapat harta warisan. Namun harta yang dapat diwariskan
kepada anak angkat adalah harta yang diperoleh ketika
waktu hidup bapak angkatnya.
Ada persamaan dan
pebedaan antara adat dan warisan.
Persamaannya :
1. Waktu pembagian setelah
dikurangi biaya pengurusan mayat.
2. Bagian ahli waris laki-laki
2 kali bagian perempuan (sepikul segendongan)
Pebedaannya :
1. Dalam hukum adat dibedakan
antara yang diperoleh sewaktu hidup dan harta yang diperoleh dari orang tuanya.
2. Dalam hukum adat anak
angkat berhak menerima warisan sedang dalam hukum Islam
tidak berhak menerima.
HIKMAH WARISAN
1. Untuk menghindari keserakahan
yang bertentangan dengan syariat Islam.
2.
Untuk menjalin ikatan persaudaraan berdasarkan hak dan
kewajiban yang seimbang
3.
Untuk menghindari fitnah sesama ahli waris.
4.
Untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah swt dan kepada
RasulNya.
5. Untuk mewujudkan
kemaslahatan hidup keluarga dan masyarakat.
WARISAN MENURUT UU NO: 7
TAHUN 1989
Dalam UU NO: 7 tahun 1989 BAB III pasal
49 berbunyi : "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat
pertama antara orang-orang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan,
wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkaan hukum Islam, wakaf dan
sodaqoh.
wewenang Pengadilan Agama :
1. Menentukan siapa yang
menjadi ahli waris.
2.
Menentukan harta mana saja yang menjadi warisan.
3.
Menentukan bagianya masing-masing ahli waris.
4. Melaksanakan pembagian
warisan.
HUKUM WARIS DI INDONESIA
Hukum Waris Adat
Menurut Ter Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya
yang berjudul Beginselen en Stelsel van het Adatrecht (1950), hukum waris adat
adalah aturan-aturan hukum yang mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke
abad baik harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada
generasi berikut.
1.
Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem
patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal
berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan
garis keturunan kedua orang tua.
2.
Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris
mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada
umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan
bilateral seperti Jawa dan Batak.
3.
Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu
kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap
ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta
tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
4.
Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan
sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan
kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai
pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga,
seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak
tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.
Hukum Waris Perdata
Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum
waris barat berlaku untuk masyarakat non muslim, termasuk warga negara
Indonesia keturunan baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).
Hukum waris perdata menganut sistem individual dimana
setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya
masing-masing. Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:
·
Mewariskan berdasarkan
undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai
Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli
waris berdasarkan undang-undang:
o Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak
beserta keturunannya
o Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara
beserta keturunannya
o Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta
seterusnya ke atas
o Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis
menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III
beserta keturunannya
·
Mewariskan berdasarkan
surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya
setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut
kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan
Notaris.
Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka
yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18
tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua
orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli
warisnya.
BW tidak membedakan ahli waris laki-laki dan
perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa
ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota
keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian
pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah
derajatnya.
Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:
1.
Pewaris telah meninggal
dunia.
2.
Ahli waris atau para
ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak
berarti mengurangi makna ketentuan pasal 2 hukum perdata, yaitu: “anak yang ada
dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana
kepentingan si anak menghendakinya”. Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia
dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga
sudah diatur haknya oleh hokum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap
untuk mewaris;
3.
Seseorang ahli waris
harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh
undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau
tidak dianggap sebagi tidak cakap untuk menjadi ahli waris.
Harta Warisan Menurut KUHPerdata ( BW)
Harta warisan adalah kekayaan berupa keseluruhan
aktiva dan passiva yang ditinggalkan Pewaris dan berpindah kepada para ahli
waris. Keseluruhan kekayaaan yang berupa aktiva dan passiva yang rnenjadi milik
bersarna ahli waris disebut boedel Harta warisan (boedel waris) diberikan oleh
pewaris kepada ahli warisnya ketika syarat yang disebut dalam Pasal 830
KUHPerdata terjadi yakni dengan adanya kernatian dari pewaris.
warisan atau harta peninggalan adalah sejumlah harta
benda kekayaan pewaris dalam keadaan bersih. Artinya, setelah dikurangi dengan
pembayaran hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh
meninggalnya pewaris. Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang
bersumber pada BW itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, dimana
hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga
yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain:
·
Hak memungut hasil
(vruchtgebruik);
·
Perjanjian perburuhan,
dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi;
·
Perjanjian perkongsian
dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW maupun firma menurut WvK, sebab
perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota/persero.
Sistem waris BW tidak mengenal istilah “harta asal
maupun harta gono-gini” atau harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan,
sebab harta warisan dalam BW dari siapa pun juga, merupakan “kesatuan” yang
secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan peninggal
warisan/pewaris ke ahli warisnya. Artinya, dalam BW tidak dikenal perbedaan
pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang ditinggalkan pewaris.
Seperti yang ditegaskan dalam pasal 849 BW yaitu “Undang-undang tidak memandang
akan sifat atau asal dari pada barang-barang dalam suatu peninggalan untuk
mengatur pewarisan terhadapnya”.
Berdasarkan Pasal 837 KUHPerdata/BW ditentukan bahwa
Bila suatu warisan yang terdiri atas barang-barang, yang sebagian ada di
Indonesia, dan sebagian ada di luar negeri, harus dibagi antara orang-orang
asing yang bukan penduduk maupun warga negara Indonesia di satu pihak dan
beberapa warga negara Indonesia di pihak lain, maka yang tersebut terakhir
mengambil lebih dahulu suatu jumlah yang sebanding menurut ukuran hak warisan
mereka, dengan harga barang-barang yang karena undangundang dan kebiasaan di
luar negeri, mereka tak dapat memperoleh hak milik atasnya. Jumlah harga itu
diambil terlebih dahulu dan barang harta peninggalan yang tidak mendapat
halangan seperti yang dimaksud di atas.
0 komentar:
Posting Komentar