#recent-posts li {list-style: none;border-bottom: 1px dotted #ff5848;padding-bottom: 10px;padding-top: 10px;}

If I could, turn back time.... Then I would, rewrite those lines.....

Your name

www.your-url-here.com
Your own description here. Edit it.
About Me
Replace this with your own description here. Go to "Edit HTML" to change this.

Selasa, 08 Mei 2018


PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT ISLAM
Secara umum warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Sementara waris sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain.
Pewaris dan Ahli Waris
Pewaris adalah orang yang meninggalkan harta dan hak-hak yang pernah diperoleh karena meninggal dunia; laki-laki atau perempuan, baik dengan surat wasiat maupun tidak.
ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta warisan dari pewaris karena ada hubungan keluarga, pernikahan, ataupun karena wala’ (membebaskan hamba sahaya) dengan pembagian-pembagian yang sudah diatur oleh syariat. (akan dijabarkan di bawah -red)
Dasar Hukum Pembagian Harta Warisan
1. Karena Hubungan Darah
            Allah SWT. berfirman di dalam Al Quran An-Nisa ayat 7, 11, 12, 33, dan 176
2. Karena Hubungan Pernikahan
3. Karena Hubungan Persaudaraan
4. Karena Hubungan Kekerabatan (sama-sama orang yang berhijrah pada masa awal Islam)

Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris
1.      Hamba(budak) ia tidak cakap memiliki sebagaimana firman Allah swt. (Q.S. An-Nahl:75).
2.      Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW yang artinya: ”Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya”(H.R. Nasai)
3.      Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya 


Ahli Waris
1. Laki-laki yang Berhak Menerima Warisan
Ada 15 orang laki-laki yang berhak menerima harta peninggalan dari pewaris yang sudah meninggal, sebagai berikut:

  1. Anak laki-laki
  2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
  3. Bapak
  4. Kakek / ayahnya ayah
  5. Saudara laki-laki sekandung
  6. Saudara laki-laki sebapak
  7. Saudara laki-laki seibu
  8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
  9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
  10. Suami
  11. Paman sekandung
  12. Paman sebapak
  13. Anak dari paman laki-laki sekandung
  14. Anak dari paman laki-laki sebapak
  15. Laki-laki yang memerdekakan budak

2. Perempuan yang Berhak Menerima Warisan
Adapun perempuan yang berhak menerima harta peninggalan dari pewaris ada 11 orang, sebagai berikut:

  1. Anak perempuan
  2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
  3. Ibu
  4. Nenek / ibunya ibu
  5. Nenek / ibunya bapak
  6. Nenek / ibunya kakek
  7. Saudari sekandung
  8. Saudari sebapak
  9. Saudari seibu
  10. Isteri
  11. Wanita yang memerdekakan budak

Catatan penting:
  1. Bila 15 daftar laki-laki yang berhak menerima warisan di atas masih hidup semua, maka yang berhak mendapatkan harta warisan hanya 3 laki-laki saja yaitu Bapak, anak, dan suami. Selain ketiga laki-laki tersebut adalah mahjub (terhalang).
  2. Bila 11 daftar perempuan yang berhak menerima warisan di atas masih hidup semua, maka yang berhak menerima harta warisan hanya 5 perempuan saja yaitu Ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, istri, dan saudari sekandung.
  3. Bila semua ahli waris, baik laki-laki dan perempuan masih hidup semuanya, maka yang berhak menerima harta warisan hanya 5 orang saja yaitu Bapak, anak laki-laki, suami / istri, anak perempuan, dan ibu.


Pembagian Harta Warisan
1. Bagian Anak Laki-laki
  1. Memperoleh semua harta warisan bilamana ia sendirian (tidak ada ahli waris yang lain).
  2. Harta warisan dibagi sama rata, bila jumlah anak laki-laki lebih dari 1.
  3. Memperoleh sisa bila ada ahli waris lainnya.
  4. Bila anak si pewaris terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka anak laki-laki mendapat dua bagian, sementara anak perempuan mendapatkan satu bagian. Misal, pewaris memiliki 7 orang anak (5 anak perempuan dan 2 anak laki-laki), maka harta warisan warisan dibagi menjadi sembilan bagian. 2 anak laki-laki mendapatkan dua bagian, 5 anak perempuan masing-masing mendapatkan satu bagian.

2. Bagian Ayah
  1. Mendapatkan 1/6 bagian jika si pewaris mempunyai anak laki-laki atau cucu laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan anak laki-laki dan ayah, maka harta dibagi menjadi 6; ayah mendapatkan 1/6 dari seluruh harta waris, sementara anak laki-laki mendapatkan sisanya yaitu 5/6.
  2. Memperoleh ashabah, jika tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan ayah dan suami, maka si suami mendapatkan bagian ½ sementara ayahnya mendapatkan ashabah (sisa).
  3. Memperoleh 1/6 ditambah sisa, jika ada hanya ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan ayah dan satu anak perempuan, maka pembagiannya adalah satu anak perempuan mendapatkan ½ bagian, sementara ayah mendapatkan 1/6 ditambah sisa (ashabah).
Terkait anak perempuan yang mendapatkan ½ bagian, lihat keterangan selanjutnya. Semua saudara sekandung atau sebapak / seibu terhalang, karena ada ayah dan kakek.
3. Bagian Kakek
  1. Memperoleh 1/6 bagian jika pewaris meninggal meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki (dengan tidak ada ayah). Misal, si pewaris meninggalkan anak laki-laki dan kakek, maka kakek memperoleh 1/6 bagian, sementara anak laki-laki mendapat sisanya yakni 5/6 bagian.
  2. Memperoleh ashabah jika tidak ada yang berhak menerima harta warisan selain dia.
  3. Memperoleh ashabah sebakda dibagikan kepada ahli waris yang lain jika tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, dan tidak ada ahli waris wanita. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan kakek dan suami, maka suami memperoleh ½ dan sisanya untuk kakek, yang itu berarti ½ bagian juga.
  4. Kakek memperoleh 1/6 dan sisa, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan kakek dan anak perempuan, maka anak perempuan mendapatkan ½, sementara kakek mendapatkan 1/6 ditambah sisa (ashabah).
Berdasarkan keterangan di atas tadi, bagian kakek hampir sama dengan bagian ayah kecuali jika masih ada istri / suami dan ibu, maka ibu memperoleh 1/3 dari warisan bukan 1/3 dari sisa sebakda suami / istri memperoleh bagiannya.
4. Bagian Suami
  1. Suami mendapatkan ½ bagian jika istri (pewaris) tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki.
  2. Suami mendapatkan ¼ bagian, jika istri (pewaris) meninggal meninggalkan anak atau cucu. Misal, istri meninggal meninggalkan 1 anak laki-laki, 1 anak perempuan, dan suami, maka suami memperoleh ¼ bagian dari warisan, sisanya untuk dua anak yakni anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak perempuan.
5. Bagian Anak Perempuan
  1. Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia seorang diri (tidak ada anak laki-laki).
  2. Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak perempuan atau lebih dengan tidak ada anak laki-laki.
  3. Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama anak laki-laki. Anak perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.
6. Bagian Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki
  1. Cucu perempuan dari anak laki-laki memperoleh ½ bagian dari warisan jika dia sendirian (tidak ada saudara, tidak ada anak laki-laki, dan tidak ada anak perempuan).
  2. Memperoleh 2/3 bagian dari warisan jika jumlahnya dua atau lebih (dengan tidak ada cucu laki-laki, tidak ada anak laki-laki, dan anak perempuan).
  3. Memperoleh 1/6 bagian dari warisan, jika ada satu orang anak perempuan (tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki).
  4. Memperoleh ashabah bersama dengan cucu laki-laki, bila tidak ada anak laki-laki. Cucu yang laki-laki memperoleh 2 bagian, sementara cucu yang perempuan mendapatkan 1 bagian.

7. Bagian Istri
  1. Memperoleh ½ bagian dari harta waris jika tidak anak atau cucu.
  2. Memperoleh 1/8 bagian jika ada anak atau cucu.
  3. Memperoleh ¼ atau 1/8 bagian dibagi rata jika mempunyai istri lebih dari 1.
8. Bagian Ibu
  1. Memperoleh 1/6 bagian dari warisan jika ada anak juga cucu.
  2. Memperoleh 1/6 bagian dari warisan jika ada saudara atau saudari.
  3. Memperoleh 1/3 bagian dari warisan jika hanya ada dia dan ayah.
  4. Memperoleh 1/3 bagian dari sisa setelah suami memperoleh bagiannya, jika ibu bersama ahli waris lain yakni bapak dan suami, maka suami memperoleh bagian sebesar ½, ibu mendapat 1/3 dari sisa, ayah mendapatkan ashabah (sisa).
  5. Memperoleh 1/3 sebakda istri memperoleh bagiannya, bila bersama ibu ada ahli waris yang lain yakni ayah dan istri, maka istri memperoleh ¼ bagian, ibu memperoleh 1/3 dari sisa, dan ayah memperoleh ashabah (sisa).
9. Bagian Saudari Kandung
  1. Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia sendirian, tidak ada saudara kandung, ayah, kakek, dan anak.
  2. Memperoleh 2/3 bagian bila jumlahnya 2 atau lebih dan tidak ada saudara kandung, anak, ayah, dan kakek.
  3. Memperoleh sisa, jika bersama saudaranya, bila tidak ada anak laki-laki dan ayah. Yang laki-laki mendapatkan 2 bagian, sementara yang perempuan 1 bagian.
10. Bagian Saudari Seayah
  1. Memperoleh ½ bagian bila dia sendirian (tidak ada ayah, kakek, anak, saudara seayah, dan saudara sekandung).
  2. Memperoleh 2/3 bagian bila jumlahnya 2 atau lebih (tidak ada ayah, kakek, anak, saudara seayah, dan saudara sekandung).
  3. Memperoleh 1/6 bagian baik dia sendirian ataupun banyak, jika ada satu saudari kandung (tidak ada anak, cucu, bapak, kakek, saudara sekandung, dan saudara seayah).
  4. Memperoleh ashabah jika ada saudara seaah. Saudara seayah memperoleh 2 bagian, sementara saudari seayah memperoleh 1 bagian.
11. Bagian Saudara Seibu
  1. Memperoleh 1/6 bagian dari warisan bila sendirian (tidak ada anak, cucu, ayah, dan kakek).
  2. Memperoleh 1/3 bagian bila jumlahnya 2 atau lebih, baik perempuan atau laki-laki sama saja (jika tidak ada anak, cucuk ayah, dan kakek).

ADAT DAN WARISAN
Menurut hukum  adat, ahli  waris  adalah mereka  yang paling dekat dengan generasi berikutnya, yaitu mereka yang menjadi besar  dari  keluarga yang mewariskan. Misalnya anak angkat  dianggap  sebagai anak sehingga  mendapat  harta  warisan. Namun harta yang dapat diwariskan  kepada  anak  angkat  adalah harta yang diperoleh ketika waktu hidup bapak angkatnya.  
Ada  persamaan dan pebedaan antara adat dan warisan.  
Persamaannya :
1.      Waktu pembagian setelah dikurangi biaya pengurusan mayat.
2.      Bagian ahli waris laki-laki 2 kali bagian perempuan (sepikul segendongan)
Pebedaannya  :
1.      Dalam hukum adat dibedakan antara yang diperoleh sewaktu hidup dan harta yang diperoleh dari orang tuanya.
2.      Dalam hukum adat  anak angkat  berhak  menerima  warisan sedang dalam hukum Islam  tidak berhak  menerima.

HIKMAH WARISAN
1.      Untuk menghindari keserakahan yang bertentangan dengan syariat Islam.
2.      Untuk menjalin ikatan persaudaraan berdasarkan hak dan kewajiban yang  seimbang
3.      Untuk menghindari fitnah sesama ahli waris.
4.      Untuk menunjukkan ketaatan kita kepada Allah swt dan kepada RasulNya.
5.      Untuk mewujudkan kemaslahatan hidup keluarga dan masyarakat. 

WARISAN MENURUT UU NO: 7 TAHUN 1989
 Dalam  UU NO: 7 tahun 1989 BAB III pasal 49 berbunyi : "Pengadilan  Agama  bertugas dan berwenang  memeriksa, memutus, dan  menyelesaikan perkara-perkara  ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkaan hukum  Islam, wakaf  dan sodaqoh.
wewenang Pengadilan Agama :
1.      Menentukan siapa yang menjadi ahli waris.
2.      Menentukan harta mana saja yang menjadi warisan.
3.      Menentukan bagianya masing-masing ahli waris.
4.      Melaksanakan pembagian warisan.


HUKUM WARIS DI INDONESIA

Hukum Waris Adat
Menurut Ter Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen en Stelsel van het Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.
1.      Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.
2.      Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral seperti Jawa dan Batak.
3.      Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
4.      Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.

Hukum Waris Perdata
Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat non muslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).

Hukum waris perdata menganut sistem individual dimana setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:
·      Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang:
o Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya
o Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya
o Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas
o Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya
·      Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.

Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

BW tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya.
Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:
1.      Pewaris telah meninggal dunia.
2.      Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna ketentuan pasal 2 hukum perdata, yaitu: “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya”. Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hokum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris;
3.      Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagi tidak cakap untuk menjadi ahli waris.

Harta Warisan Menurut KUHPerdata ( BW)
Harta warisan adalah kekayaan berupa keseluruhan aktiva dan passiva yang ditinggalkan Pewaris dan berpindah kepada para ahli waris. Keseluruhan kekayaaan yang berupa aktiva dan passiva yang rnenjadi milik bersarna ahli waris disebut boedel Harta warisan (boedel waris) diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya ketika syarat yang disebut dalam Pasal 830 KUHPerdata terjadi yakni dengan adanya kernatian dari pewaris.
warisan atau harta peninggalan adalah sejumlah harta benda kekayaan pewaris dalam keadaan bersih. Artinya, setelah dikurangi dengan pembayaran hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh meninggalnya pewaris.  Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada BW itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, dimana hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain:
·         Hak memungut hasil (vruchtgebruik);
·         Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi;
·         Perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW maupun firma menurut WvK, sebab perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota/persero.
Sistem waris BW tidak mengenal istilah “harta asal maupun harta gono-gini” atau harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapa pun juga, merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya. Artinya, dalam BW tidak dikenal perbedaan pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang ditinggalkan pewaris. Seperti yang ditegaskan dalam pasal 849 BW yaitu “Undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari pada barang-barang dalam suatu peninggalan untuk mengatur pewarisan terhadapnya”.
Berdasarkan Pasal 837 KUHPerdata/BW ditentukan bahwa Bila suatu warisan yang terdiri atas barang-barang, yang sebagian ada di Indonesia, dan sebagian ada di luar negeri, harus dibagi antara orang-orang asing yang bukan penduduk maupun warga negara Indonesia di satu pihak dan beberapa warga negara Indonesia di pihak lain, maka yang tersebut terakhir mengambil lebih dahulu suatu jumlah yang sebanding menurut ukuran hak warisan mereka, dengan harga barang-barang yang karena undangundang dan kebiasaan di luar negeri, mereka tak dapat memperoleh hak milik atasnya. Jumlah harga itu diambil terlebih dahulu dan barang harta peninggalan yang tidak mendapat halangan seperti yang dimaksud di atas.


0 komentar:

Posting Komentar