#recent-posts li {list-style: none;border-bottom: 1px dotted #ff5848;padding-bottom: 10px;padding-top: 10px;}

If I could, turn back time.... Then I would, rewrite those lines.....

Your name

www.your-url-here.com
Your own description here. Edit it.
About Me
Replace this with your own description here. Go to "Edit HTML" to change this.

Minggu, 13 Mei 2018


       I.            Pendahuluan
Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
            Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.


    II.            Pembahasan
Kata Gender dalam istilah Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari Bahasa Inggris. Dalam kamus Bahasa Ingris tidak dijelaskan perbedaan antara gender dan sex. Sering kali gender disamakan dengan seks (jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
            Sejalan dengan hal tersebuta Iwan Sudrajat memberikan pemaknaan perbedaan seks dan gender. Menurutnya seks merupakan perbedaan yang menyangkut fungsi biologis-reproduktif (hamil, menyusui, dan melahirkan) serta katergori deskriptif untuk menjelaskan perbedaan anatomis-biologis laki-laki dan perempuan (alat kelamin, kapasitas reproduksi, dan morfologi fisik). Adapun perbedaan gender merupakan perbedaan sosial yang berbasis konsep feminisme dan maskulinitas. Gender juga merupakan istilah dari gramatikal yang diambil alih oleh kaum feminis dan yang lain untuk melakukan struktur sosial tertentu. Menurut Fakih, perbedaan gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut dan emosional, sementara laki-laki dianggap kuat dan rasional. Ciri dari sifat-sifat itu sendiri sebenarnya dapat saling dipertukarkan. Oleh karena itu, semua hal yang dapat saling dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, bisa berubah dari waktu ke waktu, berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, berbeda dari satu kelas ke kelas yang lainnya itulah yang dikenal dengan perbedaan gender.
Menurut Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, gender adalah peran-peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapka masyarakat agara peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya (laki-laki dan perempuan). Gender tidak bersifat universal namun bervariasi antar masyarakat dari waktu ke waktu, ada dua elemen gender yang bersifat universal, yaitu; 1) gender tidak identik dengan pembagian jenis kelamin, dan 2) gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat.
Dalam berbagai teori, konsep, dan bahkan perundang undangan di berbagai negara sudah mengakui bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Namun, pada praktek kehidupan sehari-hari persamaan itu masih jauh dari harapan, kaum perempuan masih mengalami diskriminasi dalam hal secara gender terhadap laki-laki. Padahal perbedaan gender (gender differnces) sesungguhnya tidaklah menjadi masalah, sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Fakta dilapangan menunjukkan bahwa perbedaan ini menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi kaum perempuan.hal ini dapat dikaji melalui berbagai ekspresi manifestasi ketidakadilan terutama terhadap perempuan, yaitu dalam bentuk stereotip feminitas, domestikasi (domestication) atau pengiburumahtanggan (housewifization) perempuan, marginalisasi, dan subordinasi perempuan, beban kerja perempuan yang lebih berat, serta kekerasan dan pelecehan.
Adapun fakto penyebab terbesar dari hadirnya konsepsi gender yang menimbulkan ketidakadilanini adalah konstruksi ‘ideologi patriarki’ yang berkembang dalam masyarakat. Secara harfiah ‘patriarki’ memuat pengertian sebagai kepemimpinan para ayah (the role of fathers). Ideologi ini juga dimaknai sebagai ideologi yang di dalamnya laki-laki dominan (berkuasa) atas perempuan dan anak-anak di dalam keluarga dan masyarakat, sehingga perempuan tampak sebagai kelompok yang terus menerus menjadi korban (victim).
Akan tetapi, ideologi ini dalam sejarah peradaban manusia hadir lebih kemunian jika dibantingkan dengan ideologi sebaliknya yaitu ‘matriarki’. Struktur patriarkial yang kita kenal adalah warisan dari kebudayaan yang menempatkan sosok ibu (perempuan) dalam peran yang sangat penting. Sedangkan sebelumnya ada struktur matriarkal dimana bentuk masyarakat masih kasar, belum teratur, kurang beradab (less be civilized), dan kehidupan yang sepenuhnya bersandar pada produktivitas alamiah perempuan, tanpa pernikahan, prinsip maupun aturan yang kita kenal sekarang.
Dalam kajian ini munculnya tinjauan mengenai konsep feminisme yang menunjuk pada pengertian sebagai ideologi pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Persoalan perempuan yang berkaitan dengan masalah gender ini memang menundang rasa simpati dari masyarakat luas. Hal ini terjadi karena kesetaraan gender sering dianggap erat kaitannya dengan persoalan keadilan sosial dalam arti yang lebih luas, yaitu isu-isu yang berkisar pada masalah kesenjangan orang kaya dan miskin. Kesetaraan gender disini seperti sebuah frase ‘suci’ yang sering diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, politikus, bahkan hampir oleh pejabat negara. Kesetaraan gender ini identik dengan kondisi ‘kestidaksetaraan’ yang dialami kaum wanita yang terkait dengan istilah diskriminasi.
Beberapa pendapat beranggapan kesetaraan disini adalah kesamaan serta kesejajaran hak dan kewajiban antara kaum laki-laki dan perempuan. Kesamaan disini juga bisa diartikan dalam kesempatan agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik, hukum, ekonomu, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan & keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Gerakan feminisme yang dilakukan memiliki beberapa tujuan antara lain:
1.      Mencari penataan ulang mengenai nilai-nilai di dunia mengikuti kesetaraan gender dalam konteks hubungan kemitraan universal sesama manusia.
2.      Menolak setiap perbedaan antar manusia dibuat atas dasar perbedaan jenis kelamin.
3.      Menghapuska semua hak-hak istimewa ataupun pembatasan-pembatasan tertentu atas dasar jenis kelamin.
4.      Berjuang untuk membentuk pengakuan kemanusiaan yang menyeluruh tentang laki-laki dan perempuan sebagai dasar hukum dan peraturan tentang manusia dan kemanusiaan.
Persoalan kesetaraan gender yang paling mendasar adalah bahwa belum semua perempuan memiliki atribut-atribut sosial yang mendukung pemberdayaannya dalam meraih kesetaraan berperan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk mensosialisasikan kesetaraan gender ini, yaitu dengan cara:
1.      Pembakuan istilah gender dengan acuan pada keberadaan pada segala sesuatu yang ada di masyarakat secara tradisi dengn mempertimbangkan berbagai aspek yang ada.
2.      Pendekatan analisis gender tidak lagi sekedar merujuk pada pembedaan biologis atau seks atau sifat perorangan, melainkan mengacu pada prespektif gender menurut dimensi sosial-budaya.
3.      Perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan peran gender dan ketergantungan antara laki-laki dan perempuan sebagai suatu hal yang dapat diubah dan akan mengalami perubahan sesuai dengan kondisi sosial-budaya masyarakat yang bersangkutan. Jika cara ini dilakukan maka dapat diharapkan proses pemudaran stereotip pembagian peran seks yang rigid dapat berlangsung.


 III.            Penutup
Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Seks merupakan perbedaan yang menyangkut fungsi biologis-reproduktif (hamil, menyusui, dan melahirkan) serta katergori deskriptif untuk menjelaskan perbedaan anatomis-biologis laki-laki dan perempuan (alat kelamin, kapasitas reproduksi, dan morfologi fisik).
2.      Gender merupakan perbedaan sosial yang berbasis konsep feminisme dan maskulinitas. Gender juga merupakan istilah dari gramatikal yang diambil alih oleh kaum feminis dan yang lain untuk melakukan struktur sosial tertentu. Menurut Fakih, perbedaan gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut dan emosional, sementara laki-laki dianggap kuat dan rasional.
3.      Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat meliputi stereotip feminitas, domestikasi (domestication) atau pengiburumahtanggan (housewifization) perempuan, marginalisasi, dan subordinasi perempuan, beban kerja perempuan yang lebih berat, serta kekerasan dan pelecehan.
4.      Persoalan kesetaraan gender yang paling mendasar adalah bahwa belum semua perempuan memiliki atribut-atribut sosial yang mendukung pemberdayaannya dalam meraih kesetaraan berperan, sehingga perlu beberapa upaya yang dilakukan seperti yang tercantum dalam kajian ini.

 IV.            Daftar Pustaka

St. Sunardi. 2008. “Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan”. Yogyakarta : Ombak

Nugroho, Riant. 2008.  “Gender dan Strategi Pengarus-Utamanya di Indonesia”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

0 komentar:

Posting Komentar