#recent-posts li {list-style: none;border-bottom: 1px dotted #ff5848;padding-bottom: 10px;padding-top: 10px;}

If I could, turn back time.... Then I would, rewrite those lines.....

Your name

www.your-url-here.com
Your own description here. Edit it.
About Me
Replace this with your own description here. Go to "Edit HTML" to change this.

Minggu, 13 Mei 2018



Kasus Poligami Tanpa Izin Istri Disorot

Jambi (ANTARA News) - Kasus poligami tanpa izin isteri pertama yang menimpa Prapmi (24), yang sedang hamil empat bulan dan menuntut suaminya Riduwan (31) di Pengadilan Negeri Jambi menjadi sorotan dan perhatian khusus Komnas Perempuan. Endang Kuswardani SH salah satu koordinator Komnas Perempuan Perwakilan Jambi, Kamis, mengatakan, pihaknya kini sedang membantu korban Prapmi untuk memperjuangkan haknya dan menegakkan hukum terhadap suaminya yang hanya dituntut 10 bulan penjara oleh jaksa. Untuk menegakkan keadilan di mata hukum pelaku yang juga suami sahnya, wanita itu minta Riduwan agar dihukum seberat-beratnya sesuai pasal yang ada. Alasan Komnas Perempuan dalam mendampingi dan membantu Prapmi selama mengikuti persidangan adalah munculnya kekerasan psikologis seperti malu dipermainkan, bingung dengan kondisi janin yang dikandungnya hasil pernikahan dengan terdakwa. Kemudian pernah diancam untuk dibunuh dan direndahkan martabat keluarga, sedangkan kekerasan ekonomi yang dialaminya tidak dinafkahi dan menanggung biaya pernikahan sendiri. Sementara itu pelanggaran hukum yang dijerat oleh jaksa penuntut umum terhadap Riduwan adalah menikah lagi hanya dalam hitungan dua bulan pernikahan tanpa izin istri pertama dan penipuan. Prapmi dibela Komnas Perempuan itu adalah korban kekerasan dari seorang suami yang menikah lagi tanpa sepengetahuan kliennya dan selama korban mengalami kerugian baik moril maupun materil. Atas dasar rasa ketidakadilan yang dirasakan Prapmi tersebut membuat Komnas Perempuan mendampinginya agar mendapatkan perlindungan dan keadilan secara hukum. Komnas Perempuan Perwakilan Jambi terus memantau perkembangan menjelang putusan majelis hakim Pengadilan Negeri setempat terhadap pelaku yang juga suami sah korban.(*)



Komentar

       Definisi pernikahan dalam Undang-Undang Perkawinan adalah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Maka hal-hal yang merusak kebahagiaan dalam rumah tangga harus dihindari seperti poligami yang dilakukan Ridwan dalam kasus ini. Pemaksaan kehendak istri yang disertai kekerasan dan ancaman bukanlah hal yang akan membawa kebahagiaan dalam keluarga kecilnya. Hanya demi hasrat nafsu semata, ia rela mengorbankan keluarga yang telah dia bina bahkan dengan adanya anak dalam kandungan istrinya.
       Prinsip pernikahan sebenarnya adalah monogami (hanya memiliki satu pasangan), di Indonesia tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) yang berbunyi “Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.” Namun pasal tersebut tidak menjadi dasar pelarangan praktik poligami.
 Poligami bukan hal yang dianjurkan melainkan diperbolehkan jika telah memenuhi syarat yang ditentukan. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan/UUP), negara telah mengatur bagaimana prosedur dan syarat seorang laki-laki jika ingin menjadikan perempuan lain sebagai istri keduanya. Dalam Pasal 3 ayat (2) disebutkan:
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
 Pihak bersangkutan yang dimaksudkan adalah istri pertama, ketika pihak istri menghendaki suaminya menikah lagi maka pengadilan akan memberikan izin untuk dilakukannya poligami. Akan tetapi dalam kasus yang dikutip diatas, poligami tidak dilakukan atas persetujuan istri pertamanya. Bahkan poligami dilakukan setelah suami melakukan pengancaman bahkan kekerasan demi mendapat izin.
Pada dasarnya poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat yang terbilang cukup ketat serta selalu mengaitkan istri pertama. Kondisi sang istri yang dipoligami harus memenuhi tiga syarat menurut UU Perkawinan Pasal 4 ayat 2, yaitu :
1.      Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
2.      Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3.      Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
 Ditinjau dari pasal ini Prapmi tidak memenuhi semua ketentuan yang telah dijelaskan dalam pasal 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Karena hal ini Ridwan sebagai suaminya tidak punya hak untuk menikah lagi. Ketika Undang-Undang telah mengatur sedemikian rupa tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak lain maka aturan itu tidak akan berjalan baik di masyarakat. Sangat disayangkan bahwa praktek poligami masih merajalela tanpa ada pengawasan yang ketat dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini juga tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Esensi aturan poligami dalam keduanya cukup serupa dengan berbasis pada prinsip keterbukaan, kesejahteraan, dan keadilan. Dalam KHI, ada suatu pengaturan bahwa suami yang hendak menikah lagi harus mampu berbuat adil, dapat memberikan jaminan kepastian dalam memberikan keperluan hidup para istri dan anak-anak. Selain itu, KHI juga menekankan perlunya ada alasan yang tepat untuk berpoligami sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Perkawinan. Ditekankan pula perlunya izin dari pengadilan agama setelah terpenuhi alasan dan pernyataan izin dari istri sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan.
Praktek poligami yang masih berjalan tanpa ada pengawasan dari pihak yang berwajib secara ketat hanya akan memeberikan penderitaan bagi istri. Ditinjau dari bebrapa ulasan yang menyatakan bahwa suami sudah melanggar beberapa ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perkawinan dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) seharusnya tidak bisa melakukan pernikahan keduanya.dengan adanya kasus ini juga menjadikan kritik bagi para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, difokuskan dalam hal administrasi pernikahan. Keadilan bagi perempuan khususnya istri harus ditegakkan agar suami tidak semena-mena dalam hal berpoligami yang hanya menuruti nafsu semata. Jika suami tidak mampu berlaku adil, maka cukuplah dengan satu istri.

0 komentar:

Posting Komentar